Aspek Hukum Tetangga yang Memutar Musik Keras-Keras
Apabila tetangga memutar musik dengan volume berlebihan hingga mengganggu ketenangan, terdapat dua ranah hukum yang dapat ditempuh, perdata dan pidana. Dalam ranah perdata, tindakan tersebut dapat digugat sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pasal ini berbunyi, "Setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut." (R. Soeroso, 2011: 305). Dalam konteks kebisingan, "perbuatan melawan hukum" merujuk pada tindakan yang melanggar hak tetangga atas ketenangan dan kenyamanan lingkungan. Unsur-unsur PMH yang harus dibuktikan meliputi: (1) perbuatan melawan hukum; (2) kerugian yang diderita; (3) hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian; dan (4) kesalahan pelaku (Abdulkadir Muhammad, 2014: 12). Kerugian ini dapat berupa gangguan istirahat, penurunan produktivitas, stres, bahkan gangguan kesehatan (seperti yang dijelaskan dalam artikel Klinik Hukumonline, "Tetangga Berisik Setel Musik Keras-keras, Adakah Pidananya?"). Gugatan perdata diajukan ke Pengadilan Negeri dengan tuntutan ganti rugi dan/atau penghentian perbuatan.
Selain jalur perdata, tindakan tersebut juga berpotensi melanggar hukum pidana. Pasal 503 angka 1 KUHP mengatur tentang pelanggaran ketertiban umum dan ketenteraman lingkungan, dengan ancaman pidana kurungan paling lama tiga hari atau denda paling banyak Rp225.000,- (nilai ini mungkin telah disesuaikan dengan inflasi). Pasal ini berbunyi, "Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah: 1. barangsiapa membikin ingar atau riuh, sehingga pada malam hari waktunya orang tidur dapat terganggu." (R. Soesilo, 1991: 271). Namun, penting untuk dicatat bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2026, memperkenalkan Pasal 265 yang secara khusus mengatur tentang gangguan terhadap ketenteraman lingkungan dengan bunyi atau suara, dengan ancaman pidana denda yang lebih signifikan, yaitu hingga Rp10.000.000,-. Perubahan ini menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap dampak negatif kebisingan.
Sebelum melangkah ke jalur hukum formal, sangat disarankan untuk mengupayakan penyelesaian secara musyawarah atau mediasi. Komunikasi yang baik dengan tetangga atau melibatkan pihak ketiga seperti ketua RT/RW dapat menjadi solusi yang efektif. Jika musyawarah tidak berhasil, barulah laporan ke polisi (untuk ranah pidana) atau gugatan ke Pengadilan Negeri (untuk ranah perdata) dapat diajukan. Dalam proses hukum, pengumpulan bukti sangat krusial. Bukti dapat berupa rekaman suara/video, kesaksian tetangga lain, laporan medis terkait dampak kesehatan, atau laporan dari ahli akustik mengenai tingkat kebisingan. Artikel dari Hukumonline ("Jika Terganggu karena Kebisingan Suara dari Kafe") juga menekankan pentingnya pembuktian kerugian akibat kebisingan.
Referensi:
Abdulkadir Muhammad. (2014). Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
R. Soeroso. (2011). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
R. Soesilo. (1991). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi 1 Pasal. Bogor: Politeia.
Lain-lain.
Ditulis oleh: Halimah Humayrah Tuanaya (Dosen Fakultas Hukum UNPAM)
0 Response to "Aspek Hukum Tetangga yang Memutar Musik Keras-Keras"
Posting Komentar