Mahkamah Agung Harus Berbenah & Transparan
Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali (tengah), Rabu 30 Desember 2015. Foto: MI/Susanto |
Metrotvnews.com, Jakarta: Mahkamah Agung wajib berbenah dan transparan untuk memberantas praktik mafia peradilan. Ketertutupan MA selama ini jadi celah bagi mafia untuk memainkan kasus.
Pengamat Hukum Sekolah Tinggi Hukum Jentera Jakarta Bivitri Susanti mengatakan reformasi lembaga peradilan belum berdampak langsung bagi jaringan mafia hukum. Menurutnya, ada celah di MA yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
"Mafia peradilan bisa dianalogikan seperi jaring laba-laba, bisa jatuh, bisa menguat, sulit sekali membongkar jaringan mafia peradilan ini," kata Bivitri dalam diskusi publik Mahkamah Agung dan Mafia Peradilan di kantor MMD Initiative, Matraman Dalam, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2016)
Menurut Bivitri, reformasi dengan segala macam pembaruan di sektor yudisial sudah sejak 1999. Kenyataan hingga saat ini, mafia hukum di lembaga tersebut tetap jaya.
Beberapa waktu lalu, KPK menangkap panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution karena diduga menerima suap terkait pengamanan perkara. Dari penangkapan Edy, penyidik menggeledah rumah Sekretaris MA Nurhadi dan menyita uang asing Rp1,7 miliar.
Senin 23 Mei, KPK mengungkap kasus suap kepada Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu, Janner Purba, hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton, dan Panitera Pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin. Suap Rp650 juta agar Pengadilan memvonis bebas Kabag Keuangan RSUD M. Yunus, Safri Safei dan mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD M. Yunus, Edi Santoni.
"38 hakim dan panitera saat ini tersandung kasus korupsi," kata Bivitri lagi.
Bivitri memaparkan, modus pengamanan perkara di lembaga peradilan antara lain terjadi sebelum persidangan. Calo perkara membangun hubungan baik dengan hakim atau pegawai pengadilan dengan memberikan hadiah atau fasilitas.
"Hutang budi akhirnya terbangun ketika berperkara," ucapnya.
Saat tahap pendaftaran perkara pun sering ada pungutan liar di luar ketentuan dan menawarkan penggunaan jasa advokat tertentu. Biasanya, kata Bivitri, mafia mengaku bisa mempercepat atau memperlambat pemeriksaan perkara.
Modus lainnya, mafia meminta pihak tertentu mengatur majelis hakim yang menangani perkara. Ketika sidang berlangsung, muncul upaya merekayasa persidangan dengan mengatur saksi, pengadaan barang bukti, sampai pada mengatur putusan pengadilan.
Tak hanya itu, mafia memungut biaya untuk mempercepat atau memperlambat putusan. "Semua bisa diatur di lembaga peradilan. Ini menyedihkan," kata Bivitri.
Sayangnya, menurut Bivitri, MA tidak merespons dengan baik kenyataan banyak pegawai lembaga peradilan yang ditangkap karena main kasus. Seharusnya, kata dia, MA membuka diri dan menyiapkan langkah strategis agar persoalan ini selesai.
Langkah strategis tersebut tidak hanya membentuk tim khusus di bawah Badan Pengawas MA, melainkan bekerja sama dengan KPK dan Komisi Yudisial dalam memetakan jaringan mafia peradilan dan merumuskan sistem pengawasan.
"Lembaga peradilan saat ini sudah babak belur. Keadilan negara sudah rusak. MA perlu memberikan penjelasan kepada publik dan pengakuan bagaiamana rencana perbaikannya," tegas Bivitri.
Sedangkan LBH Keadilan mengatakan bila Hatta Ali tidak mampu memperbaiki wajah peradilan, sebaiknya mundur dari jabatan Ketua MA. "Pilihan mundur dari jabatan juga merupakan pilihan terhormat dan merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada publik," kata Ketua Pengurus LBH Keadilan Abdul Hamim Jauzie.
Dia juga berharap para hakim agung terus mendesak pimpinan Mahkamah Agung agar melakukan perbaikan secara total karena mereka juga turut bertanggung jawab menjaga wibawa peradilan. "Pimpinan MA tidak bisa terus didiamkan."
Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari mengatakan, lembaga yang ia pimpin dan KPK sepakat bersama-sama membenahi situasi lembaga peradilan. Konsepnya sesuai kewenangan masing-masing lembaga.
"Kami dalam pengawasan etik, KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, tetapi dengan tetap menjaga martabat hakim," ujar Aidul Laode usai bertemu pimpinan KPK di Kantor KPK, Selasa 24 Mei.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, salah satu tugas KPK ialah memperbaiki tata kelola di sektor penegak hukum. Penangkapan hakim dan panitera beberapa hari ini menunjukkan lembaga penagak hukum bermasalah.
"KPK ingin bekerja sama dengan Kejaksaan, Kepolisian dan MA, berupaya keras memperbaiki situtasi ini agar lebih baik di masa yang akan datang," jelas Laode.
Sumber: http://news.metrotvnews.com/read/2016/05/25/533141/mahkamah-agung-harus-berbenah-transparan
0 Response to "Mahkamah Agung Harus Berbenah & Transparan"
Posting Komentar