Sarpin Effect Mulai Bekerja di Riau, Kekosongan Hukum Mulai Terasa
JAKARTA,
GORIAU.COM - Pasca hakim Sarpin Rizaldi
memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan Budi Gunawan, banyak pengamat
mengatakan, putusan yang diketok Sarpin, akan membawa efek domino. Mereka pun
menyebut 'Sarpin Effect'. Dan, Sarpin Effect pun kini mulai bekerja. Di Riau,
kemarin hakim di Pengadilan Negeri Rengat, memenangkan gugatan praperadilan
yang diajukan seorang pengusaha setempat, Asun alias Mastur.
Mastur atau Asun adalah tersangka
dalam kasus pembakaran lahan. Tapi, kemudian Asun mengajukan gugatan
praperadilan atas status tersangka yang dikenakan padanya oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Badan Lingkungan Hidup Riau. Dan, Asun pun menang. Hakim PN Rengat
menyatakan penetapan tersangka terhadap Asun tak sah. Asun pun diperintahkan
untuk dibebaskan.
Menyikapi itu Ketua Badan Pengurus
Lembaga Bantuan Hukum Keadilan (LBH Keadilan), Abdul Hamim Jauzie mengatakan,
kekosongan hukum sekarang mulai terasa akibat dari effect Sarpin. Mahkamah
Agung tak boleh biarkan itu. Bila tidak, penegakan hukum akan kacau.
''Inikan sebenarnya ada kekosongan
hukum,'' kata Abdul Hamim, di Jakarta, Kamis 12 Maret 2015.
Ia pun minta Mahkamah Agung segera
membuat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang itu. Karena faktanya
praperadilan bisa mengadili kasus terkait penetapan seseorang sebagai tersangka
seperti yang sudah diputus hakim Sarpin. Padahal jelas-jelas KUHP tak memasukan
penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Menurut KUHP yang jadi objek
praperadilan adalah penahanan dan penangkapan seseorang. Tapi sekarang nasi
telah jadi bubur, effect Sarpin sudah bekerja di Pekanbaru. Namun yang
membingungkan, di Banyumas, hakim memutus berbeda ketika menangani gugatan
praperadilan. Hakim di Banyumas, menolak gugatan praperadilan atas penetapan
tersangka, karena menilai itu tak diatur KUHP. Sementara di Riau, hakim
mengikuti jejak Sarpin yang memenangkan Budi Gunawan.
"Jadi kalau ada Perma maka tak
ada lagi disparitas putusan praperadilan,"katanya.
Keadaannya sekarang kata Abdul Hamim
sudah mendesak. Mahkamah harus mengatur itu. Karena bila dibiarkan, situasi
hukum akan kacau. Jadi MA harus turun tangan segera. Terserah mahkamah akan
menafsirkan KUHAP tentang praperadilan seperti apa.
"Apakah praperadilan berwenang
mengadili status tersangka atau tidak, terserah MA. Apakah Ikut PN Jaksel dan
Riau, apa ikut PN Banyumas, terserah.
MA tak bisa berdalih
"kemerdekaan hakim" dalam menyikapi disparitas putusan praperadilan.
MA harus turun tangan segera,"katanya. (gus)
Sumber: http://www.goriau.com/berita/hukrim/sarpin-effect-mulai-bekerja-di-riau-kekosongan-hukum-mulai-terasa.html#sthash.v3MHWBqC.dpuf
JAKARTA, GORIAU.COM - Pasca
hakim Sarpin Rizaldi memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan
Budi Gunawan, banyak pengamat mengatakan, putusan yang diketok Sarpin,
akan membawa efek domino. Mereka pun menyebut 'Sarpin Effect'. Dan,
Sarpin Effect pun kini mulai bekerja. Di Riau, kemarin hakim di
Pengadilan Negeri Rengat, memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan
seorang pengusaha setempat, Asun alias Mastur.
Mastur atau Asun adalah tersangka dalam kasus pembakaran lahan. Tapi, kemudian Asun mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang dikenakan padanya oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Lingkungan Hidup Riau. Dan, Asun pun menang. Hakim PN Rengat menyatakan penetapan tersangka terhadap Asun tak sah. Asun pun diperintahkan untuk dibebaskan.
Menyikapi itu Ketua Badan Pengurus Lembaga Bantuan Hukum Keadilan (LBH Keadilan), Abdul Hamim Jauzie mengatakan, kekosongan hukum sekarang mulai terasa akibat dari effect Sarpin. Mahkamah Agung tak boleh biarkan itu. Bila tidak, penegakan hukum akan kacau.
''Inikan sebenarnya ada kekosongan hukum,'' kata Abdul Hamim, di Jakarta, Kamis 12 Maret 2015.
Ia pun minta Mahkamah Agung segera membuat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang itu. Karena faktanya praperadilan bisa mengadili kasus terkait penetapan seseorang sebagai tersangka seperti yang sudah diputus hakim Sarpin. Padahal jelas-jelas KUHP tak memasukan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Menurut KUHP yang jadi objek praperadilan adalah penahanan dan penangkapan seseorang. Tapi sekarang nasi telah jadi bubur, effect Sarpin sudah bekerja di Pekanbaru. Namun yang membingungkan, di Banyumas, hakim memutus berbeda ketika menangani gugatan praperadilan. Hakim di Banyumas, menolak gugatan praperadilan atas penetapan tersangka, karena menilai itu tak diatur KUHP. Sementara di Riau, hakim mengikuti jejak Sarpin yang memenangkan Budi Gunawan.
"Jadi kalau ada Perma maka tak ada lagi disparitas putusan praperadilan,"katanya.
Keadaannya sekarang kata Abdul Hamim sudah mendesak. Mahkamah harus mengatur itu. Karena bila dibiarkan, situasi hukum akan kacau. Jadi MA harus turun tangan segera. Terserah mahkamah akan menafsirkan KUHAP tentang praperadilan seperti apa.
"Apakah praperadilan berwenang mengadili status tersangka atau tidak, terserah MA. Apakah Ikut PN Jaksel dan Riau, apa ikut PN Banyumas, terserah.
MA tak bisa berdalih "kemerdekaan hakim" dalam menyikapi disparitas putusan praperadilan. MA harus turun tangan segera,"katanya. (gus)
- See more at: http://www.goriau.com/berita/hukrim/sarpin-effect-mulai-bekerja-di-riau-kekosongan-hukum-mulai-terasa.html#sthash.v3MHWBqC.dpuf
Mastur atau Asun adalah tersangka dalam kasus pembakaran lahan. Tapi, kemudian Asun mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang dikenakan padanya oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Lingkungan Hidup Riau. Dan, Asun pun menang. Hakim PN Rengat menyatakan penetapan tersangka terhadap Asun tak sah. Asun pun diperintahkan untuk dibebaskan.
Menyikapi itu Ketua Badan Pengurus Lembaga Bantuan Hukum Keadilan (LBH Keadilan), Abdul Hamim Jauzie mengatakan, kekosongan hukum sekarang mulai terasa akibat dari effect Sarpin. Mahkamah Agung tak boleh biarkan itu. Bila tidak, penegakan hukum akan kacau.
''Inikan sebenarnya ada kekosongan hukum,'' kata Abdul Hamim, di Jakarta, Kamis 12 Maret 2015.
Ia pun minta Mahkamah Agung segera membuat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang itu. Karena faktanya praperadilan bisa mengadili kasus terkait penetapan seseorang sebagai tersangka seperti yang sudah diputus hakim Sarpin. Padahal jelas-jelas KUHP tak memasukan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Menurut KUHP yang jadi objek praperadilan adalah penahanan dan penangkapan seseorang. Tapi sekarang nasi telah jadi bubur, effect Sarpin sudah bekerja di Pekanbaru. Namun yang membingungkan, di Banyumas, hakim memutus berbeda ketika menangani gugatan praperadilan. Hakim di Banyumas, menolak gugatan praperadilan atas penetapan tersangka, karena menilai itu tak diatur KUHP. Sementara di Riau, hakim mengikuti jejak Sarpin yang memenangkan Budi Gunawan.
"Jadi kalau ada Perma maka tak ada lagi disparitas putusan praperadilan,"katanya.
Keadaannya sekarang kata Abdul Hamim sudah mendesak. Mahkamah harus mengatur itu. Karena bila dibiarkan, situasi hukum akan kacau. Jadi MA harus turun tangan segera. Terserah mahkamah akan menafsirkan KUHAP tentang praperadilan seperti apa.
"Apakah praperadilan berwenang mengadili status tersangka atau tidak, terserah MA. Apakah Ikut PN Jaksel dan Riau, apa ikut PN Banyumas, terserah.
MA tak bisa berdalih "kemerdekaan hakim" dalam menyikapi disparitas putusan praperadilan. MA harus turun tangan segera,"katanya. (gus)
- See more at: http://www.goriau.com/berita/hukrim/sarpin-effect-mulai-bekerja-di-riau-kekosongan-hukum-mulai-terasa.html#sthash.v3MHWBqC.dpuf
JAKARTA, GORIAU.COM - Pasca
hakim Sarpin Rizaldi memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan
Budi Gunawan, banyak pengamat mengatakan, putusan yang diketok Sarpin,
akan membawa efek domino. Mereka pun menyebut 'Sarpin Effect'. Dan,
Sarpin Effect pun kini mulai bekerja. Di Riau, kemarin hakim di
Pengadilan Negeri Rengat, memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan
seorang pengusaha setempat, Asun alias Mastur.
Mastur atau Asun adalah tersangka dalam kasus pembakaran lahan. Tapi, kemudian Asun mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang dikenakan padanya oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Lingkungan Hidup Riau. Dan, Asun pun menang. Hakim PN Rengat menyatakan penetapan tersangka terhadap Asun tak sah. Asun pun diperintahkan untuk dibebaskan.
Menyikapi itu Ketua Badan Pengurus Lembaga Bantuan Hukum Keadilan (LBH Keadilan), Abdul Hamim Jauzie mengatakan, kekosongan hukum sekarang mulai terasa akibat dari effect Sarpin. Mahkamah Agung tak boleh biarkan itu. Bila tidak, penegakan hukum akan kacau.
''Inikan sebenarnya ada kekosongan hukum,'' kata Abdul Hamim, di Jakarta, Kamis 12 Maret 2015.
Ia pun minta Mahkamah Agung segera membuat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang itu. Karena faktanya praperadilan bisa mengadili kasus terkait penetapan seseorang sebagai tersangka seperti yang sudah diputus hakim Sarpin. Padahal jelas-jelas KUHP tak memasukan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Menurut KUHP yang jadi objek praperadilan adalah penahanan dan penangkapan seseorang. Tapi sekarang nasi telah jadi bubur, effect Sarpin sudah bekerja di Pekanbaru. Namun yang membingungkan, di Banyumas, hakim memutus berbeda ketika menangani gugatan praperadilan. Hakim di Banyumas, menolak gugatan praperadilan atas penetapan tersangka, karena menilai itu tak diatur KUHP. Sementara di Riau, hakim mengikuti jejak Sarpin yang memenangkan Budi Gunawan.
"Jadi kalau ada Perma maka tak ada lagi disparitas putusan praperadilan,"katanya.
Keadaannya sekarang kata Abdul Hamim sudah mendesak. Mahkamah harus mengatur itu. Karena bila dibiarkan, situasi hukum akan kacau. Jadi MA harus turun tangan segera. Terserah mahkamah akan menafsirkan KUHAP tentang praperadilan seperti apa.
"Apakah praperadilan berwenang mengadili status tersangka atau tidak, terserah MA. Apakah Ikut PN Jaksel dan Riau, apa ikut PN Banyumas, terserah.
MA tak bisa berdalih "kemerdekaan hakim" dalam menyikapi disparitas putusan praperadilan. MA harus turun tangan segera,"katanya. (gus)
- See more at: http://www.goriau.com/berita/hukrim/sarpin-effect-mulai-bekerja-di-riau-kekosongan-hukum-mulai-terasa.html#sthash.v3MHWBqC.dpuf
Mastur atau Asun adalah tersangka dalam kasus pembakaran lahan. Tapi, kemudian Asun mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang dikenakan padanya oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Lingkungan Hidup Riau. Dan, Asun pun menang. Hakim PN Rengat menyatakan penetapan tersangka terhadap Asun tak sah. Asun pun diperintahkan untuk dibebaskan.
Menyikapi itu Ketua Badan Pengurus Lembaga Bantuan Hukum Keadilan (LBH Keadilan), Abdul Hamim Jauzie mengatakan, kekosongan hukum sekarang mulai terasa akibat dari effect Sarpin. Mahkamah Agung tak boleh biarkan itu. Bila tidak, penegakan hukum akan kacau.
''Inikan sebenarnya ada kekosongan hukum,'' kata Abdul Hamim, di Jakarta, Kamis 12 Maret 2015.
Ia pun minta Mahkamah Agung segera membuat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang itu. Karena faktanya praperadilan bisa mengadili kasus terkait penetapan seseorang sebagai tersangka seperti yang sudah diputus hakim Sarpin. Padahal jelas-jelas KUHP tak memasukan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Menurut KUHP yang jadi objek praperadilan adalah penahanan dan penangkapan seseorang. Tapi sekarang nasi telah jadi bubur, effect Sarpin sudah bekerja di Pekanbaru. Namun yang membingungkan, di Banyumas, hakim memutus berbeda ketika menangani gugatan praperadilan. Hakim di Banyumas, menolak gugatan praperadilan atas penetapan tersangka, karena menilai itu tak diatur KUHP. Sementara di Riau, hakim mengikuti jejak Sarpin yang memenangkan Budi Gunawan.
"Jadi kalau ada Perma maka tak ada lagi disparitas putusan praperadilan,"katanya.
Keadaannya sekarang kata Abdul Hamim sudah mendesak. Mahkamah harus mengatur itu. Karena bila dibiarkan, situasi hukum akan kacau. Jadi MA harus turun tangan segera. Terserah mahkamah akan menafsirkan KUHAP tentang praperadilan seperti apa.
"Apakah praperadilan berwenang mengadili status tersangka atau tidak, terserah MA. Apakah Ikut PN Jaksel dan Riau, apa ikut PN Banyumas, terserah.
MA tak bisa berdalih "kemerdekaan hakim" dalam menyikapi disparitas putusan praperadilan. MA harus turun tangan segera,"katanya. (gus)
- See more at: http://www.goriau.com/berita/hukrim/sarpin-effect-mulai-bekerja-di-riau-kekosongan-hukum-mulai-terasa.html#sthash.v3MHWBqC.dpuf
JAKARTA, GORIAU.COM - Pasca
hakim Sarpin Rizaldi memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan
Budi Gunawan, banyak pengamat mengatakan, putusan yang diketok Sarpin,
akan membawa efek domino. Mereka pun menyebut 'Sarpin Effect'. Dan,
Sarpin Effect pun kini mulai bekerja. Di Riau, kemarin hakim di
Pengadilan Negeri Rengat, memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan
seorang pengusaha setempat, Asun alias Mastur.
Mastur atau Asun adalah tersangka dalam kasus pembakaran lahan. Tapi, kemudian Asun mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang dikenakan padanya oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Lingkungan Hidup Riau. Dan, Asun pun menang. Hakim PN Rengat menyatakan penetapan tersangka terhadap Asun tak sah. Asun pun diperintahkan untuk dibebaskan.
Menyikapi itu Ketua Badan Pengurus Lembaga Bantuan Hukum Keadilan (LBH Keadilan), Abdul Hamim Jauzie mengatakan, kekosongan hukum sekarang mulai terasa akibat dari effect Sarpin. Mahkamah Agung tak boleh biarkan itu. Bila tidak, penegakan hukum akan kacau.
''Inikan sebenarnya ada kekosongan hukum,'' kata Abdul Hamim, di Jakarta, Kamis 12 Maret 2015.
Ia pun minta Mahkamah Agung segera membuat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang itu. Karena faktanya praperadilan bisa mengadili kasus terkait penetapan seseorang sebagai tersangka seperti yang sudah diputus hakim Sarpin. Padahal jelas-jelas KUHP tak memasukan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Menurut KUHP yang jadi objek praperadilan adalah penahanan dan penangkapan seseorang. Tapi sekarang nasi telah jadi bubur, effect Sarpin sudah bekerja di Pekanbaru. Namun yang membingungkan, di Banyumas, hakim memutus berbeda ketika menangani gugatan praperadilan. Hakim di Banyumas, menolak gugatan praperadilan atas penetapan tersangka, karena menilai itu tak diatur KUHP. Sementara di Riau, hakim mengikuti jejak Sarpin yang memenangkan Budi Gunawan.
"Jadi kalau ada Perma maka tak ada lagi disparitas putusan praperadilan,"katanya.
Keadaannya sekarang kata Abdul Hamim sudah mendesak. Mahkamah harus mengatur itu. Karena bila dibiarkan, situasi hukum akan kacau. Jadi MA harus turun tangan segera. Terserah mahkamah akan menafsirkan KUHAP tentang praperadilan seperti apa.
"Apakah praperadilan berwenang mengadili status tersangka atau tidak, terserah MA. Apakah Ikut PN Jaksel dan Riau, apa ikut PN Banyumas, terserah.
MA tak bisa berdalih "kemerdekaan hakim" dalam menyikapi disparitas putusan praperadilan. MA harus turun tangan segera,"katanya. (gus)
- See more at: http://www.goriau.com/berita/hukrim/sarpin-effect-mulai-bekerja-di-riau-kekosongan-hukum-mulai-terasa.html#sthash.v3MHWBqC.dpuf
Mastur atau Asun adalah tersangka dalam kasus pembakaran lahan. Tapi, kemudian Asun mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang dikenakan padanya oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Lingkungan Hidup Riau. Dan, Asun pun menang. Hakim PN Rengat menyatakan penetapan tersangka terhadap Asun tak sah. Asun pun diperintahkan untuk dibebaskan.
Menyikapi itu Ketua Badan Pengurus Lembaga Bantuan Hukum Keadilan (LBH Keadilan), Abdul Hamim Jauzie mengatakan, kekosongan hukum sekarang mulai terasa akibat dari effect Sarpin. Mahkamah Agung tak boleh biarkan itu. Bila tidak, penegakan hukum akan kacau.
''Inikan sebenarnya ada kekosongan hukum,'' kata Abdul Hamim, di Jakarta, Kamis 12 Maret 2015.
Ia pun minta Mahkamah Agung segera membuat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang itu. Karena faktanya praperadilan bisa mengadili kasus terkait penetapan seseorang sebagai tersangka seperti yang sudah diputus hakim Sarpin. Padahal jelas-jelas KUHP tak memasukan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Menurut KUHP yang jadi objek praperadilan adalah penahanan dan penangkapan seseorang. Tapi sekarang nasi telah jadi bubur, effect Sarpin sudah bekerja di Pekanbaru. Namun yang membingungkan, di Banyumas, hakim memutus berbeda ketika menangani gugatan praperadilan. Hakim di Banyumas, menolak gugatan praperadilan atas penetapan tersangka, karena menilai itu tak diatur KUHP. Sementara di Riau, hakim mengikuti jejak Sarpin yang memenangkan Budi Gunawan.
"Jadi kalau ada Perma maka tak ada lagi disparitas putusan praperadilan,"katanya.
Keadaannya sekarang kata Abdul Hamim sudah mendesak. Mahkamah harus mengatur itu. Karena bila dibiarkan, situasi hukum akan kacau. Jadi MA harus turun tangan segera. Terserah mahkamah akan menafsirkan KUHAP tentang praperadilan seperti apa.
"Apakah praperadilan berwenang mengadili status tersangka atau tidak, terserah MA. Apakah Ikut PN Jaksel dan Riau, apa ikut PN Banyumas, terserah.
MA tak bisa berdalih "kemerdekaan hakim" dalam menyikapi disparitas putusan praperadilan. MA harus turun tangan segera,"katanya. (gus)
- See more at: http://www.goriau.com/berita/hukrim/sarpin-effect-mulai-bekerja-di-riau-kekosongan-hukum-mulai-terasa.html#sthash.v3MHWBqC.dpuf
JAKARTA, GORIAU.COM - Pasca
hakim Sarpin Rizaldi memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan
Budi Gunawan, banyak pengamat mengatakan, putusan yang diketok Sarpin,
akan membawa efek domino. Mereka pun menyebut 'Sarpin Effect'. Dan,
Sarpin Effect pun kini mulai bekerja. Di Riau, kemarin hakim di
Pengadilan Negeri Rengat, memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan
seorang pengusaha setempat, Asun alias Mastur.
Mastur atau Asun adalah tersangka dalam kasus pembakaran lahan. Tapi, kemudian Asun mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang dikenakan padanya oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Lingkungan Hidup Riau. Dan, Asun pun menang. Hakim PN Rengat menyatakan penetapan tersangka terhadap Asun tak sah. Asun pun diperintahkan untuk dibebaskan.
Menyikapi itu Ketua Badan Pengurus Lembaga Bantuan Hukum Keadilan (LBH Keadilan), Abdul Hamim Jauzie mengatakan, kekosongan hukum sekarang mulai terasa akibat dari effect Sarpin. Mahkamah Agung tak boleh biarkan itu. Bila tidak, penegakan hukum akan kacau.
''Inikan sebenarnya ada kekosongan hukum,'' kata Abdul Hamim, di Jakarta, Kamis 12 Maret 2015.
Ia pun minta Mahkamah Agung segera membuat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang itu. Karena faktanya praperadilan bisa mengadili kasus terkait penetapan seseorang sebagai tersangka seperti yang sudah diputus hakim Sarpin. Padahal jelas-jelas KUHP tak memasukan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Menurut KUHP yang jadi objek praperadilan adalah penahanan dan penangkapan seseorang. Tapi sekarang nasi telah jadi bubur, effect Sarpin sudah bekerja di Pekanbaru. Namun yang membingungkan, di Banyumas, hakim memutus berbeda ketika menangani gugatan praperadilan. Hakim di Banyumas, menolak gugatan praperadilan atas penetapan tersangka, karena menilai itu tak diatur KUHP. Sementara di Riau, hakim mengikuti jejak Sarpin yang memenangkan Budi Gunawan.
"Jadi kalau ada Perma maka tak ada lagi disparitas putusan praperadilan,"katanya.
Keadaannya sekarang kata Abdul Hamim sudah mendesak. Mahkamah harus mengatur itu. Karena bila dibiarkan, situasi hukum akan kacau. Jadi MA harus turun tangan segera. Terserah mahkamah akan menafsirkan KUHAP tentang praperadilan seperti apa.
"Apakah praperadilan berwenang mengadili status tersangka atau tidak, terserah MA. Apakah Ikut PN Jaksel dan Riau, apa ikut PN Banyumas, terserah.
MA tak bisa berdalih "kemerdekaan hakim" dalam menyikapi disparitas putusan praperadilan. MA harus turun tangan segera,"katanya. (gus)
- See more at: http://www.goriau.com/berita/hukrim/sarpin-effect-mulai-bekerja-di-riau-kekosongan-hukum-mulai-terasa.html#sthash.v3MHWBqC.dpuf
Mastur atau Asun adalah tersangka dalam kasus pembakaran lahan. Tapi, kemudian Asun mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang dikenakan padanya oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Lingkungan Hidup Riau. Dan, Asun pun menang. Hakim PN Rengat menyatakan penetapan tersangka terhadap Asun tak sah. Asun pun diperintahkan untuk dibebaskan.
Menyikapi itu Ketua Badan Pengurus Lembaga Bantuan Hukum Keadilan (LBH Keadilan), Abdul Hamim Jauzie mengatakan, kekosongan hukum sekarang mulai terasa akibat dari effect Sarpin. Mahkamah Agung tak boleh biarkan itu. Bila tidak, penegakan hukum akan kacau.
''Inikan sebenarnya ada kekosongan hukum,'' kata Abdul Hamim, di Jakarta, Kamis 12 Maret 2015.
Ia pun minta Mahkamah Agung segera membuat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang itu. Karena faktanya praperadilan bisa mengadili kasus terkait penetapan seseorang sebagai tersangka seperti yang sudah diputus hakim Sarpin. Padahal jelas-jelas KUHP tak memasukan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Menurut KUHP yang jadi objek praperadilan adalah penahanan dan penangkapan seseorang. Tapi sekarang nasi telah jadi bubur, effect Sarpin sudah bekerja di Pekanbaru. Namun yang membingungkan, di Banyumas, hakim memutus berbeda ketika menangani gugatan praperadilan. Hakim di Banyumas, menolak gugatan praperadilan atas penetapan tersangka, karena menilai itu tak diatur KUHP. Sementara di Riau, hakim mengikuti jejak Sarpin yang memenangkan Budi Gunawan.
"Jadi kalau ada Perma maka tak ada lagi disparitas putusan praperadilan,"katanya.
Keadaannya sekarang kata Abdul Hamim sudah mendesak. Mahkamah harus mengatur itu. Karena bila dibiarkan, situasi hukum akan kacau. Jadi MA harus turun tangan segera. Terserah mahkamah akan menafsirkan KUHAP tentang praperadilan seperti apa.
"Apakah praperadilan berwenang mengadili status tersangka atau tidak, terserah MA. Apakah Ikut PN Jaksel dan Riau, apa ikut PN Banyumas, terserah.
MA tak bisa berdalih "kemerdekaan hakim" dalam menyikapi disparitas putusan praperadilan. MA harus turun tangan segera,"katanya. (gus)
- See more at: http://www.goriau.com/berita/hukrim/sarpin-effect-mulai-bekerja-di-riau-kekosongan-hukum-mulai-terasa.html#sthash.v3MHWBqC.dpuf
0 Response to "Sarpin Effect Mulai Bekerja di Riau, Kekosongan Hukum Mulai Terasa "
Posting Komentar