Delay Dua Hari, Lion Air Dinilai Langgar UU
Menhub Iganatius Jonan. Foto: RES |
LBH Keadilan meminta Menteri Perhubungan
Ignatius Jonan memberikan sanksi tegas kepada PT Lion Mentari Airlines.
Hal ini terkait berbagai rute maskapai penebangan Lion Air yang dua hari
terakhir ini mengalami delay. Peristiwa ini dinilai sangat merugikan calon penumpang yang sudah membeli tiket maskapai tersebut.
Ketua Pengurus LBH Keadilan, Abdul Hamim Jauzie, meyangkan pihak Lion Air yang lambat memberikan informasi mengenai penyebab delay tersebut. Padahal, sebagai konsumen calon penumpang berhak mengetahuinya. Ironisnya, hal semacam ini bukan pertama kali terjadi.
“Menteri Perhubungan harus memberikan sanksi tegas, mengingat bukan pertama kalinya peristiwa seperti itu dialami Lion Air,” katanya, Jumat (20/2).
Menurut Abdul, apapun alasan delay tersebut, Lion Air telah melanggar UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen menyatakan, “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mempergunakan barang / jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Sedangkan Pasal 146 UU Penerbangan manyatakan, “Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang…”
Abdul berpendapat, Lion Air tidak cukup hanya memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Selain itu, Abdul mengajak penumpang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ganti kerugian ke pengadilan.
“Kerugian penumpang tidak cukup dibayar dengan Rp300 ribu,” ujarnya.
Hal yang sama diutarakan oleh Forum Pemerhati Transportasi Untuk Rakyat (FORMATUR). Koordinator FORMATUR, Heru Purwoko, mengatakan ribuan penumpang telah ditelantarkan akibat delay di beberapa rute penerbangan Lion Air. Menurutnya, hal semacam ini sudah sering terjadi.
Heru mengingatkan seharusnya Lion Air belajar dari masalah sebelumnya. Maskapai yang dimiliki Rudi Rudiantara itu seharusnya melakukan perbaikan dan pembenahan. Dia menyayangkan kalau persoalan semacam ini dianggap enteng oleh Lion Air atau maskapai penerbangan lainnya.
“Saya khawatir jika ini dibiarkan maka semua maskapai akan sewenang-wenang, hanya mencari keuntungan tanpa memberikan pelayanan maksimal,” katanya.
Lebih jauh, Heru meminta Menteri Perhubungan memberi sanksi tegas kepada Lion Air dan meminta Rusdi Kirana bertanggung jawab atas permasalahan ini. Heru juga mendesak agar Menteri Perhubungan mencabut izin Lion Air di rute yang sering mengalami delay.
“Kami juga mengimbau agar penumpang berhenti menggunakan penerbangan maskapai Lion Air sampai adanya pembenahan dan komitmen Lion Air untuk tidak lagi merugikan masyarakat,” ujarnya.
Seperti diketahui terdapat 16 penerbangan Lion Air yang terlambat berangkat sejak hari Rabu (18/2) dikarenakan enam pesawat mengalami kerusakan karena berbagai faktor yaitu "bird strike", FOD, dan kerusakan teknis.
Teguran
Terpisah, Kementerian Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan surat teguran untuk maskapai Lion Air terkait dengan penanganan penumpang yang tidak sesuai dengan standar kelayakan.
"Dalam tiga hari terakhir terlihat bahwa Lion Air sebagai perusahaan angkutan udara tidak memiliki SOP penanganan situasi darurat," ujar Staf Khusus Bidang Keterbukaan Informasi Publik Kemenhub, Hadi Mustofa Djuraid.
Hal tersebut, katanya, tampak dari ketiadaan pegawai yang menangani pertanyaan penumpang atau menyediakan informasi tentang keberangkatan selanjutnya dan tidak adanya usaha dari Lion Air untuk berkoordinasi dengan "stakeholders" lain seperti pihak Angkasa Pura II maupun Kemenhub.
"Sejak laporan keterlambatan pesawat diterima Rabu malam, kami sulit sekali menghubungi pihak Lion Air untuk berkoordinasi," tuturnya.
Sebagai akibat dari buruknya pelayanan Lion Air terhadap para penumpang maka Kemenhub memutuskan untuk tidak mengeluarkan izin-izin rute baru maskapai tersebut. "Izin-izin rute baru Lion Air tidak akan dikeluarkan dulu sampai mereka dipanggil kembali untuk menunjukkan SOP terkait pelayanan kepada penumpang," kata Hadi.
Selanjutnya, menurut Hadi, Kemenhub akan mengeluarkan peraturan menteri (PM) baru terkait standar pelayanan perhubungan darat, laut, dan udara yang akan disosialisasikan ke media minggu depan.
"Salah satu dari PM tersebut dibuat untuk menyempurnakan Peraturan Menteri Perhubungan No.77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara," tuturnya.
Penerbitan peraturan baru tersebut diinisiasi untuk meningkatkan pelayanan terhadap penumpang supaya penyedia jasa perhubungan dapat bersikap lebih responsif dan kooperatif dalam menghadapi situasi darurat.
Ketua Pengurus LBH Keadilan, Abdul Hamim Jauzie, meyangkan pihak Lion Air yang lambat memberikan informasi mengenai penyebab delay tersebut. Padahal, sebagai konsumen calon penumpang berhak mengetahuinya. Ironisnya, hal semacam ini bukan pertama kali terjadi.
“Menteri Perhubungan harus memberikan sanksi tegas, mengingat bukan pertama kalinya peristiwa seperti itu dialami Lion Air,” katanya, Jumat (20/2).
Menurut Abdul, apapun alasan delay tersebut, Lion Air telah melanggar UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen menyatakan, “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mempergunakan barang / jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Sedangkan Pasal 146 UU Penerbangan manyatakan, “Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang…”
Abdul berpendapat, Lion Air tidak cukup hanya memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Selain itu, Abdul mengajak penumpang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ganti kerugian ke pengadilan.
“Kerugian penumpang tidak cukup dibayar dengan Rp300 ribu,” ujarnya.
Hal yang sama diutarakan oleh Forum Pemerhati Transportasi Untuk Rakyat (FORMATUR). Koordinator FORMATUR, Heru Purwoko, mengatakan ribuan penumpang telah ditelantarkan akibat delay di beberapa rute penerbangan Lion Air. Menurutnya, hal semacam ini sudah sering terjadi.
Heru mengingatkan seharusnya Lion Air belajar dari masalah sebelumnya. Maskapai yang dimiliki Rudi Rudiantara itu seharusnya melakukan perbaikan dan pembenahan. Dia menyayangkan kalau persoalan semacam ini dianggap enteng oleh Lion Air atau maskapai penerbangan lainnya.
“Saya khawatir jika ini dibiarkan maka semua maskapai akan sewenang-wenang, hanya mencari keuntungan tanpa memberikan pelayanan maksimal,” katanya.
Lebih jauh, Heru meminta Menteri Perhubungan memberi sanksi tegas kepada Lion Air dan meminta Rusdi Kirana bertanggung jawab atas permasalahan ini. Heru juga mendesak agar Menteri Perhubungan mencabut izin Lion Air di rute yang sering mengalami delay.
“Kami juga mengimbau agar penumpang berhenti menggunakan penerbangan maskapai Lion Air sampai adanya pembenahan dan komitmen Lion Air untuk tidak lagi merugikan masyarakat,” ujarnya.
Seperti diketahui terdapat 16 penerbangan Lion Air yang terlambat berangkat sejak hari Rabu (18/2) dikarenakan enam pesawat mengalami kerusakan karena berbagai faktor yaitu "bird strike", FOD, dan kerusakan teknis.
Teguran
Terpisah, Kementerian Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan surat teguran untuk maskapai Lion Air terkait dengan penanganan penumpang yang tidak sesuai dengan standar kelayakan.
"Dalam tiga hari terakhir terlihat bahwa Lion Air sebagai perusahaan angkutan udara tidak memiliki SOP penanganan situasi darurat," ujar Staf Khusus Bidang Keterbukaan Informasi Publik Kemenhub, Hadi Mustofa Djuraid.
Hal tersebut, katanya, tampak dari ketiadaan pegawai yang menangani pertanyaan penumpang atau menyediakan informasi tentang keberangkatan selanjutnya dan tidak adanya usaha dari Lion Air untuk berkoordinasi dengan "stakeholders" lain seperti pihak Angkasa Pura II maupun Kemenhub.
"Sejak laporan keterlambatan pesawat diterima Rabu malam, kami sulit sekali menghubungi pihak Lion Air untuk berkoordinasi," tuturnya.
Sebagai akibat dari buruknya pelayanan Lion Air terhadap para penumpang maka Kemenhub memutuskan untuk tidak mengeluarkan izin-izin rute baru maskapai tersebut. "Izin-izin rute baru Lion Air tidak akan dikeluarkan dulu sampai mereka dipanggil kembali untuk menunjukkan SOP terkait pelayanan kepada penumpang," kata Hadi.
Selanjutnya, menurut Hadi, Kemenhub akan mengeluarkan peraturan menteri (PM) baru terkait standar pelayanan perhubungan darat, laut, dan udara yang akan disosialisasikan ke media minggu depan.
"Salah satu dari PM tersebut dibuat untuk menyempurnakan Peraturan Menteri Perhubungan No.77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara," tuturnya.
Penerbitan peraturan baru tersebut diinisiasi untuk meningkatkan pelayanan terhadap penumpang supaya penyedia jasa perhubungan dapat bersikap lebih responsif dan kooperatif dalam menghadapi situasi darurat.
Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54e6fa751b50f/delay-dua-hari--lion-air-dinilai-langgar-uu
zonalima.com
- Peristiwa delay beberapa pesawat milik maskapai Lion Air di sejumlah
rute yang dilayaninya telah merugikan ribuan orang yang terlanjur
membeli tiket. Maskapai milik Rusdi Kirana, anggota Dewan Pertimbangan
Presiden (Wantimpres) itu wajib bertanggungjawab.
Tanggung jawab, tak sekedar memberi kompensasi. Tapi, maskapai itu harus siap diberi sanksi. Karena itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan, harus tegas dan jangan takut hanya karena Lion Air milik salah seorang penasehat Presiden.
"Peristiwa ini tentu sangat merugikan calon penumpang sudah membeli tiket maskapai tersebut," kata Ketua Pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Abdul Hamim Jauzie, di Jakarta, Jumat (20/2).
Abdul Hamim sendiri, menyayangkan sikap pihak Lion Air yang lambat memberikan informasi mengenai penyebab delay tersebut. Padahal, sebagai konsumen calon penumpang berhak mengetahuinya. Ia melihat, maskapai Lion Air tidak terbuka kepada calon penumpang.
"Karena itu, saya meminta Menteri Perhubungan untuk memberikan sanksi tegas kepada Lion Air. Hal ini mengingat bukan pertama kalinya peristiwa seperti itu dialami Lion Air. Jangan takut memberi sanksi hanya karena pemiliknya penasehat Presiden," kata Abdul Hamim.
Ia berpendapat, apapun alasan delay tersebut, Lion Air telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan, "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mempergunakan barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan."
"Pasal 146 juga menyatakan, bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang…," katanya.
Karena itu, kata Hamim, Lion Air tidak cukup hanya memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 71 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Kerugian penumpang tidak cukup dibayar dengan Rp300 ribu. Hamim pun mengajak penumpang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ganti kerugian ke pengadilan.
"LBH Keadilan siap untuk menjadi kuasa hukum para penumpang yang dirugikan atas delay yang dialamai Lion Air tersebut secara cuma-cuma alias gratis. Silahkan menghubungi hotline kami di 081298428111 atau 081908165111," ujarnya. (Agus Surya)
- See more at: http://www.zonalima.com/artikel/2116/Jonan-Jangan-Takut-Dengan-Rusdi-Kirana/#sthash.ebxq88Le.dpuf
Tanggung jawab, tak sekedar memberi kompensasi. Tapi, maskapai itu harus siap diberi sanksi. Karena itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan, harus tegas dan jangan takut hanya karena Lion Air milik salah seorang penasehat Presiden.
"Peristiwa ini tentu sangat merugikan calon penumpang sudah membeli tiket maskapai tersebut," kata Ketua Pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Abdul Hamim Jauzie, di Jakarta, Jumat (20/2).
Abdul Hamim sendiri, menyayangkan sikap pihak Lion Air yang lambat memberikan informasi mengenai penyebab delay tersebut. Padahal, sebagai konsumen calon penumpang berhak mengetahuinya. Ia melihat, maskapai Lion Air tidak terbuka kepada calon penumpang.
"Karena itu, saya meminta Menteri Perhubungan untuk memberikan sanksi tegas kepada Lion Air. Hal ini mengingat bukan pertama kalinya peristiwa seperti itu dialami Lion Air. Jangan takut memberi sanksi hanya karena pemiliknya penasehat Presiden," kata Abdul Hamim.
Ia berpendapat, apapun alasan delay tersebut, Lion Air telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan, "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mempergunakan barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan."
"Pasal 146 juga menyatakan, bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang…," katanya.
Karena itu, kata Hamim, Lion Air tidak cukup hanya memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 71 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Kerugian penumpang tidak cukup dibayar dengan Rp300 ribu. Hamim pun mengajak penumpang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ganti kerugian ke pengadilan.
"LBH Keadilan siap untuk menjadi kuasa hukum para penumpang yang dirugikan atas delay yang dialamai Lion Air tersebut secara cuma-cuma alias gratis. Silahkan menghubungi hotline kami di 081298428111 atau 081908165111," ujarnya. (Agus Surya)
- See more at: http://www.zonalima.com/artikel/2116/Jonan-Jangan-Takut-Dengan-Rusdi-Kirana/#sthash.ebxq88Le.dpuf
zonalima.com
- Peristiwa delay beberapa pesawat milik maskapai Lion Air di sejumlah
rute yang dilayaninya telah merugikan ribuan orang yang terlanjur
membeli tiket. Maskapai milik Rusdi Kirana, anggota Dewan Pertimbangan
Presiden (Wantimpres) itu wajib bertanggungjawab.
Tanggung jawab, tak sekedar memberi kompensasi. Tapi, maskapai itu harus siap diberi sanksi. Karena itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan, harus tegas dan jangan takut hanya karena Lion Air milik salah seorang penasehat Presiden.
"Peristiwa ini tentu sangat merugikan calon penumpang sudah membeli tiket maskapai tersebut," kata Ketua Pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Abdul Hamim Jauzie, di Jakarta, Jumat (20/2).
Abdul Hamim sendiri, menyayangkan sikap pihak Lion Air yang lambat memberikan informasi mengenai penyebab delay tersebut. Padahal, sebagai konsumen calon penumpang berhak mengetahuinya. Ia melihat, maskapai Lion Air tidak terbuka kepada calon penumpang.
"Karena itu, saya meminta Menteri Perhubungan untuk memberikan sanksi tegas kepada Lion Air. Hal ini mengingat bukan pertama kalinya peristiwa seperti itu dialami Lion Air. Jangan takut memberi sanksi hanya karena pemiliknya penasehat Presiden," kata Abdul Hamim.
Ia berpendapat, apapun alasan delay tersebut, Lion Air telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan, "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mempergunakan barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan."
"Pasal 146 juga menyatakan, bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang…," katanya.
Karena itu, kata Hamim, Lion Air tidak cukup hanya memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 71 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Kerugian penumpang tidak cukup dibayar dengan Rp300 ribu. Hamim pun mengajak penumpang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ganti kerugian ke pengadilan.
"LBH Keadilan siap untuk menjadi kuasa hukum para penumpang yang dirugikan atas delay yang dialamai Lion Air tersebut secara cuma-cuma alias gratis. Silahkan menghubungi hotline kami di 081298428111 atau 081908165111," ujarnya. (Agus Surya)
- See more at: http://www.zonalima.com/artikel/2116/Jonan-Jangan-Takut-Dengan-Rusdi-Kirana/#sthash.ebxq88Le.dpuf
Tanggung jawab, tak sekedar memberi kompensasi. Tapi, maskapai itu harus siap diberi sanksi. Karena itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan, harus tegas dan jangan takut hanya karena Lion Air milik salah seorang penasehat Presiden.
"Peristiwa ini tentu sangat merugikan calon penumpang sudah membeli tiket maskapai tersebut," kata Ketua Pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Abdul Hamim Jauzie, di Jakarta, Jumat (20/2).
Abdul Hamim sendiri, menyayangkan sikap pihak Lion Air yang lambat memberikan informasi mengenai penyebab delay tersebut. Padahal, sebagai konsumen calon penumpang berhak mengetahuinya. Ia melihat, maskapai Lion Air tidak terbuka kepada calon penumpang.
"Karena itu, saya meminta Menteri Perhubungan untuk memberikan sanksi tegas kepada Lion Air. Hal ini mengingat bukan pertama kalinya peristiwa seperti itu dialami Lion Air. Jangan takut memberi sanksi hanya karena pemiliknya penasehat Presiden," kata Abdul Hamim.
Ia berpendapat, apapun alasan delay tersebut, Lion Air telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan, "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mempergunakan barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan."
"Pasal 146 juga menyatakan, bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang…," katanya.
Karena itu, kata Hamim, Lion Air tidak cukup hanya memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 71 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Kerugian penumpang tidak cukup dibayar dengan Rp300 ribu. Hamim pun mengajak penumpang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ganti kerugian ke pengadilan.
"LBH Keadilan siap untuk menjadi kuasa hukum para penumpang yang dirugikan atas delay yang dialamai Lion Air tersebut secara cuma-cuma alias gratis. Silahkan menghubungi hotline kami di 081298428111 atau 081908165111," ujarnya. (Agus Surya)
- See more at: http://www.zonalima.com/artikel/2116/Jonan-Jangan-Takut-Dengan-Rusdi-Kirana/#sthash.ebxq88Le.dpuf
zonalima.com
- Peristiwa delay beberapa pesawat milik maskapai Lion Air di sejumlah
rute yang dilayaninya telah merugikan ribuan orang yang terlanjur
membeli tiket. Maskapai milik Rusdi Kirana, anggota Dewan Pertimbangan
Presiden (Wantimpres) itu wajib bertanggungjawab.
Tanggung jawab, tak sekedar memberi kompensasi. Tapi, maskapai itu harus siap diberi sanksi. Karena itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan, harus tegas dan jangan takut hanya karena Lion Air milik salah seorang penasehat Presiden.
"Peristiwa ini tentu sangat merugikan calon penumpang sudah membeli tiket maskapai tersebut," kata Ketua Pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Abdul Hamim Jauzie, di Jakarta, Jumat (20/2).
Abdul Hamim sendiri, menyayangkan sikap pihak Lion Air yang lambat memberikan informasi mengenai penyebab delay tersebut. Padahal, sebagai konsumen calon penumpang berhak mengetahuinya. Ia melihat, maskapai Lion Air tidak terbuka kepada calon penumpang.
"Karena itu, saya meminta Menteri Perhubungan untuk memberikan sanksi tegas kepada Lion Air. Hal ini mengingat bukan pertama kalinya peristiwa seperti itu dialami Lion Air. Jangan takut memberi sanksi hanya karena pemiliknya penasehat Presiden," kata Abdul Hamim.
Ia berpendapat, apapun alasan delay tersebut, Lion Air telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan, "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mempergunakan barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan."
"Pasal 146 juga menyatakan, bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang…," katanya.
Karena itu, kata Hamim, Lion Air tidak cukup hanya memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 71 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Kerugian penumpang tidak cukup dibayar dengan Rp300 ribu. Hamim pun mengajak penumpang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ganti kerugian ke pengadilan.
"LBH Keadilan siap untuk menjadi kuasa hukum para penumpang yang dirugikan atas delay yang dialamai Lion Air tersebut secara cuma-cuma alias gratis. Silahkan menghubungi hotline kami di 081298428111 atau 081908165111," ujarnya. (Agus Surya)
- See more at: http://www.zonalima.com/artikel/2116/Jonan-Jangan-Takut-Dengan-Rusdi-Kirana/#sthash.ebxq88Le.dpuf
Tanggung jawab, tak sekedar memberi kompensasi. Tapi, maskapai itu harus siap diberi sanksi. Karena itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan, harus tegas dan jangan takut hanya karena Lion Air milik salah seorang penasehat Presiden.
"Peristiwa ini tentu sangat merugikan calon penumpang sudah membeli tiket maskapai tersebut," kata Ketua Pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Abdul Hamim Jauzie, di Jakarta, Jumat (20/2).
Abdul Hamim sendiri, menyayangkan sikap pihak Lion Air yang lambat memberikan informasi mengenai penyebab delay tersebut. Padahal, sebagai konsumen calon penumpang berhak mengetahuinya. Ia melihat, maskapai Lion Air tidak terbuka kepada calon penumpang.
"Karena itu, saya meminta Menteri Perhubungan untuk memberikan sanksi tegas kepada Lion Air. Hal ini mengingat bukan pertama kalinya peristiwa seperti itu dialami Lion Air. Jangan takut memberi sanksi hanya karena pemiliknya penasehat Presiden," kata Abdul Hamim.
Ia berpendapat, apapun alasan delay tersebut, Lion Air telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan, "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mempergunakan barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan."
"Pasal 146 juga menyatakan, bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang…," katanya.
Karena itu, kata Hamim, Lion Air tidak cukup hanya memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 71 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Kerugian penumpang tidak cukup dibayar dengan Rp300 ribu. Hamim pun mengajak penumpang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ganti kerugian ke pengadilan.
"LBH Keadilan siap untuk menjadi kuasa hukum para penumpang yang dirugikan atas delay yang dialamai Lion Air tersebut secara cuma-cuma alias gratis. Silahkan menghubungi hotline kami di 081298428111 atau 081908165111," ujarnya. (Agus Surya)
- See more at: http://www.zonalima.com/artikel/2116/Jonan-Jangan-Takut-Dengan-Rusdi-Kirana/#sthash.ebxq88Le.dpuf
0 Response to "Delay Dua Hari, Lion Air Dinilai Langgar UU "
Posting Komentar