Pelantikan Sekda Sumut Diduga Kongkalikong
JAKARTA – Pengangkatan Sekretaris
Daerah (Sekda) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Hasban Ritonga, yang
sudah berstatus terdakwa dinilai langkah yang memalukan. Ini bukti
proses seleksi pejabat publik asal-asalan, bahkan diduga jadi ajang
kongkalikong berbagi konsesi. “Hasban harus segera dicopot. Asas praduga
tak bersalah jangan selalu dipakai jadi dalih untuk mempertahankan
pejabat yang terbukti cacat moral,” kata pengamat hukum, Abdul Hamim
Jauzie, di Jakarta, Kamis (22/1).
Hamim tak habis pikir mengapa orang
yang sedang terjerat kasus masih diajukan sebagai calon. Kasus Hasban
tak bisa lepas dari keteledoran pihak Pemerintah Provinsi Sumut dalam
proses seleksi calon sekda di provinsi tersebut. Penangung jawab utama
dari proses seleksi sekda itu adalah Gubernur Sumut, Gatot Pudjo
Nugroho. Gatot tak bisa lepas tangan begitu saja. Jangan pula kemudian
memakai dalih asas praduga tak bersalah sebagai tameng menutupi
kesalahannya. Jadi, tambah dia, kasus Hasban bermula dari proses seleksi
pejabat yang buruk di daerah dan ini mesti diperbaiki. Ini hanya
membuktikan komitmen pemimpin di daerah masih basa-basi. Justru yang
terjadi adalah “jual beli” kepentingan yang acap kali mengabaikan asas
kepatutan. Seleksi pun akhirnya asal-asalan karena kepentingan sempit
yang bermain. Jabatan pun hanya semata dipandang sebagai alat berbagi
kepentingan.
“Jadi jelas bukan karena seleksinya
tak teliti. Model memaksakan seseorang untuk jadi pejabat publik,
padahal calon tersebut bermasalah, saya kira karena ada kepentingan
kelompok tertentu. Kelompok tersebut berkepentingan dengan posisi
pejabat publik tersebut,” kata Hamin. Jika memang mereka berniat
mendapatkan calon yang benar- benar kapabel dan punya integritas,
mestinya calon yang jelas-jelas sedang menghadapi kasus hukum tak usah
diloloskan atau masuk daftar calon. Memangnya tidak ada calon lain yang
berintegritas sehingga memaksakan orang yang bermasalah untuk dicalonkan
sekarang dilantik pula.
Harus Sadar Diri Menurut Hamin,
pejabat publik harus sadar diri karena posisinya sebagai pejabat publik
meski belum ada putusan pengadilan tetap saja sudah cacat moral. Publik
tidak akan percaya. Sebaiknya mundur saja. Staf pengajar ilmu
pemerintahan dari Universitas Padjadjaran, Idil S Akbar, juga
sependapat. Menurutnya, kasus Sekda “terdakwa” perlu perhatian serius
semua pihak. Dia heran dan bertanya-tanya bagaimana bisa seseorang yang
sudah menjadi terdakwa bisa diangkat sebagai pejabat daerah. “Kalau
masih menjadi tersangka mungkin saja bisa dipahami dengan adanya prinsip
hukum praduga tak bersalah. Tapi terdakwa sudah lain cerita,” kata
Idil.
Menurut dia, kasus sekda Sumut harus
di telusuri tak hanya bagaimana proses seleksinya di Baperjakat Daerah,
tetapi juga bagaimana yang bersangkutan bisa lolos scanning di
Kementerian Dalam Negeri. Jika dibiarkan ini hanya akan mengancam
tatanan hukum dan pemerintahan karena nantinya akan menjadi contoh bagi
daerah lain jika tak ada ketegasan. Sebelumnya, peneliti Indonesian
Budgeting Center (IBC), Roy Salam, mengatakan pengangkatan dan pelatikan
sekda Sumut yang sudah berstatus terdakwa seharusnya tak terjadi dan
dibatalkan sejak awal pengusulannya oleh Gubernur kepada Mendagri.
Seorang tersangka saja tak layak, apalagi ini sudah berstatus terdakwa.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Jakarta,
Djoni Gunanto, berkeyakinan gubernur Sumut pasti tahu kasus hukum yang
melilit Hasban. Namun, yang menjadi pertanyaan kenapa masih diusulkan
bahkan tetap dilantik. n ags/P-3
Sumber: http://www.koran-jakarta.com/?27569-pelantikan%20sekda%20sumut%20diduga%20kongkalikong
0 Response to "Pelantikan Sekda Sumut Diduga Kongkalikong"
Posting Komentar