Jadi Temuan Pungli, Walikota Tangsel Diminta Pecat Kepala BLHD
Tangsel – Walikota Tangerang Selatan (Tangsel), Airin Rachmi Diany
diminta untuk memecat jabatan Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD), karena lembaga itu menjadi temuan investigasi Ombusdman soal
pungutan liar (Pungli) pengurusan izin-izin lingkungan.
“LBH Keadilan berharap Walikota Tangsel tidak melindungi pejabat itu. Sebab Kepala BLHD Tangsel jelas telah gagal memimpin lembaga itu sehingga terjadi pungutan liar yang jumlahnya mencapai puluhan hingga miliaran rupiah,” kata Abdul Hamim Jauzie, Ketua Badan Pengurus LBH Keadilan dalam rilis yang diterima redaksi mediabanten.com, Minggu (1/9).
BPLHD adalah badan yang bertugas menerima usulan izin lingkungan dari setiap orang yang akan mendirikan badan usaha. Para pelaku usaha kemudian diminta menyusun dokumen lingkungan berupa Amdal, UKL-UPL, dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan (SPPL). Dokumen itulah yang kemudian disesuaikan dengan status usahanya nanti, apakah termasuk kategori wajib Amdal, UKL-UPL, atau cukup SPPL. Menurut LBH Keadilan, modus yang dilakukan adalah petugas BPLHD mengarahkan pelaku usaha untuk menggunakan jasa konsultan yang telah ditentukan dalam pengurusan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Kelola Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
Besarnya pungli mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Karena dalam satu bulan 10-20 pelaku usaha mengajukan pengurusan AMDAL, UKL-UPL dan SPP. Biaya perizinan itu bervariasi Rp30-Rp50 juta per izin. “Pungli yang terjadi berarti 10-20 kali pegusaha mengajukan izin lingkungan dikali dengan tariff yang tak jelas sekitar Rp30 juta-Rp50 juta,” katanya.
Di Tangerang Selatan petugas BPLHD menyampaikan bahwa biaya pengurusan AMDAL Rp 350 sampai Rp 400 juta. Kalau UKL-UPL Rp 25 juta-Rp 30 juta. Hal tersebut disampaikan petugas BPLHD kepada petugas Ombudsman yang menyamar sebagai pelaku usaha sebagaimana dalam video yang dimiliki Ombudsman.
Omudsman juga menemukan tidak adanya kepastian dan keterbukaan informasi mengenai pengurusan rekomendasi di BPLHD. Sehingga dapat menimbulkan peluang terjadinya permintaan sejumlah uang baik secara langsung dan atau tidak langsung.
LBH Keadilan mendesak Walikota Tangerang Selatan mencopot Ketua BPLHD Kota Tangerang Selatan karena terbukti telah gagal dalam mengemban amanat. Praktik pungli yang terjadi di BPLHD Kota Tangerang Selatan dapat merugikan kegiatan ekonomi, menghambat iklim investasi, menjadi beban berat dalam operasional perusahaan, dan tidak berkembangnya perekonomian serta dapat menyubur praktik korupsi lebih luas, massif, dan terstruktur.
LBH Keadilan merharap agar Walikota Tangerang Selatan tidak ragu dan tidak melindungi Kepala BPLHD. Walikota Tangerang Selatan harus menjadikan temuan investigasi Ombudsman sebagi pintu masuk untuk melakukan perbaikan jajaran pemerintahannya. (INR)
Sumber: http://www.mediabanten.com/content/jadi-temuan-pungli-walikota-tangsel-d...
“LBH Keadilan berharap Walikota Tangsel tidak melindungi pejabat itu. Sebab Kepala BLHD Tangsel jelas telah gagal memimpin lembaga itu sehingga terjadi pungutan liar yang jumlahnya mencapai puluhan hingga miliaran rupiah,” kata Abdul Hamim Jauzie, Ketua Badan Pengurus LBH Keadilan dalam rilis yang diterima redaksi mediabanten.com, Minggu (1/9).
BPLHD adalah badan yang bertugas menerima usulan izin lingkungan dari setiap orang yang akan mendirikan badan usaha. Para pelaku usaha kemudian diminta menyusun dokumen lingkungan berupa Amdal, UKL-UPL, dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan (SPPL). Dokumen itulah yang kemudian disesuaikan dengan status usahanya nanti, apakah termasuk kategori wajib Amdal, UKL-UPL, atau cukup SPPL. Menurut LBH Keadilan, modus yang dilakukan adalah petugas BPLHD mengarahkan pelaku usaha untuk menggunakan jasa konsultan yang telah ditentukan dalam pengurusan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Kelola Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
Besarnya pungli mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Karena dalam satu bulan 10-20 pelaku usaha mengajukan pengurusan AMDAL, UKL-UPL dan SPP. Biaya perizinan itu bervariasi Rp30-Rp50 juta per izin. “Pungli yang terjadi berarti 10-20 kali pegusaha mengajukan izin lingkungan dikali dengan tariff yang tak jelas sekitar Rp30 juta-Rp50 juta,” katanya.
Di Tangerang Selatan petugas BPLHD menyampaikan bahwa biaya pengurusan AMDAL Rp 350 sampai Rp 400 juta. Kalau UKL-UPL Rp 25 juta-Rp 30 juta. Hal tersebut disampaikan petugas BPLHD kepada petugas Ombudsman yang menyamar sebagai pelaku usaha sebagaimana dalam video yang dimiliki Ombudsman.
Omudsman juga menemukan tidak adanya kepastian dan keterbukaan informasi mengenai pengurusan rekomendasi di BPLHD. Sehingga dapat menimbulkan peluang terjadinya permintaan sejumlah uang baik secara langsung dan atau tidak langsung.
LBH Keadilan mendesak Walikota Tangerang Selatan mencopot Ketua BPLHD Kota Tangerang Selatan karena terbukti telah gagal dalam mengemban amanat. Praktik pungli yang terjadi di BPLHD Kota Tangerang Selatan dapat merugikan kegiatan ekonomi, menghambat iklim investasi, menjadi beban berat dalam operasional perusahaan, dan tidak berkembangnya perekonomian serta dapat menyubur praktik korupsi lebih luas, massif, dan terstruktur.
LBH Keadilan merharap agar Walikota Tangerang Selatan tidak ragu dan tidak melindungi Kepala BPLHD. Walikota Tangerang Selatan harus menjadikan temuan investigasi Ombudsman sebagi pintu masuk untuk melakukan perbaikan jajaran pemerintahannya. (INR)
Sumber: http://www.mediabanten.com/content/jadi-temuan-pungli-walikota-tangsel-d...
0 Response to "Jadi Temuan Pungli, Walikota Tangsel Diminta Pecat Kepala BLHD "
Posting Komentar